SP SAKTI Sulut: Pemerintah Harus Pastikan Kepastian Hukum bagi Warga Keturunan yang Hidup Puluhan Tahun di Bitung

SP SAKTI Sulut: Pemerintah Harus Pastikan Kepastian Hukum bagi Warga Keturunan yang Hidup Puluhan Tahun di Bitung

Bitung, Sulawesi Utara,05 November 2025 Menyikapi pemberitaan DetikManado.com (3/11/2025) terkait langkah pemerintah pusat dalam menangani persoalan status kewarganegaraan warga keturunan Indonesia dan Filipina, Serikat Awak Kapal Perikanan Bersatu (SP SAKTI Sulut) menyambut baik adanya titik terang dari koordinasi lintas kementerian. Namun, SP SAKTI Sulut menegaskan bahwa proses tersebut harus diikuti dengan tindakan nyata dan percepatan penetapan status hukum, terutama bagi warga yang sudah menetap puluhan tahun di Kota Bitung dan telah berkeluarga di sini.

Ketua Umum SP SAKTI Sulut, Arnon Hiborang, mengungkapkan bahwa hingga saat ini masih banyak warga keturunan yang hidup dalam ketidakpastian. Mereka telah menikah dengan masyarakat Kota Bitung, memiliki anak, dan turut berkontribusi dalam sektor perikanan maupun kehidupan sosial. Namun, secara hukum mereka tetap tidak diakui sebagai warga negara Indonesia maupun Filipina.

“Kami menghargai langkah pemerintah pusat, tetapi faktanya di lapangan masih ada puluhan keluarga yang belum mendapat kejelasan. Mereka kesulitan menikah secara agama maupun dcatatan sipil, tidak memiliki akses terhadap layanan publik seperti BPJS, pendidikan, dan pekerjaan yang layak,” ujar Arnon Hiborang.

SP SAKTI Sulut mencatat bahwa dari hasil pendataan yang pernah diverifikasi oleh Kementerian Hukum dan HAM serta pihak Imigrasi pada tahun 2018, terdapat 166 orang di Kota Bitung yang masuk kategori tanpa kepastian status kewarganegaraan. Dari jumlah tersebut, 26 orang di antaranya adalah anggota dan keluarga yang didampingi langsung oleh SP SAKTI Sulut.

Pendampingan tersebut telah dilakukan secara konsisten. Sejak tahun 2022, SP SAKTI Sulut telah mendampingi 26 istri warga keturunan Filipina untuk bertemu dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Utara di Manado guna mencari solusi atas status hukum mereka.

Kemudian pada tahun 2023, SP SAKTI Sulut juga turut memfasilitasi pertemuan resmi di Kantor Wali Kota Bitung yang dihadiri oleh Direktorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM, Wali Kota Bitung, dan perwakilan Konsulat Filipina. Namun, hingga kini belum ada hasil nyata atau keputusan resmi terkait status kewarganegaraan maupun izin tinggal bagi mereka.

“Sudah tiga tahun proses ini kami kawal, tapi hasilnya masih nihil. Mereka sudah diverifikasi, sudah didata, bahkan sudah bertemu langsung dengan pihak kementerian dan perwakilan Filipina. Tapi sampai hari ini, tidak ada kejelasan hukum apa pun,” tegas Arnon.

SP SAKTI Sulut menilai langkah pemerintah pusat melalui koordinasi lintas kementerian memang merupakan kemajuan, namun tanpa tindak lanjut konkret, kebijakan itu hanya akan menjadi janji di atas kertas.

“Kami mendesak agar pemerintah Indonesia dan Filipina mempercepat proses verifikasi lintas negara dan segera memberikan perlindungan hukum sementara bagi warga yang belum diakui. Mereka sudah hidup puluhan tahun di sini, bukan pendatang baru,” tambahnya.

SP SAKTI Sulut juga menyerukan agar Pemprov Sulut dan Pemkot Bitung tidak pasif menunggu keputusan pusat, tetapi turut berperan aktif memperjuangkan hak-hak kemanusiaan warga tersebut. “Ini bukan sekadar persoalan administrasi, tapi persoalan kemanusiaan. Mereka bagian dari masyarakat Bitung, mereka bekerja, berkeluarga, dan berkontribusi di sektor perikanan. Negara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *