Semangat Sumpah Pemuda, SP SAKTI Sulut Laporkan Pemilik Kapal yang Bayar Upah Murah di Bawah Standar

Semangat Sumpah Pemuda, SP SAKTI Sulut Laporkan Pemilik Kapal yang Bayar Upah Murah di Bawah Standar

Bitung, 29 Oktober 2025 — Dalam momentum memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-97, Serikat Awak Kapal Perikanan Bersatu SAKTI Sulawesi Utara (SP SAKTI Sulut) menegaskan kembali komitmennya memperjuangkan martabat dan hak-hak awak kapal perikanan di Kota Bitung.

Melalui langkah nyata, SP SAKTI Sulut secara resmi melaporkan pemilik kapal perikanan Km Tuna King dan Km Jaya Abadi kepada Syahbandar Perikanan Kota Bitung karena terbukti membayar upah awak kapal Perikanan hanya Rp70.000–Rp80.000 per hari, jauh di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) Sulawesi Utara dan melanggar ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan.

Menurut SP SAKTI Sulut, praktik tersebut bertentangan dengan:

  • Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan,
  • Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang  ketenagakerjaan,
  • serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2021 tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Perikanan.
  • Permen KP Nomor 35 tahun 2015 tetang standar sertifikasi hak asasi manusia di sektor perikanana.

Upah sebesar tujuh puluh sampai delapan puluh ribu rupiah per hari tidak manusiawi. Awak kapal   perikanan dengan waktu yang panjang, menghadapi risiko tinggi, namun dibayar di bawah standar minimum yang telah ditetapkan pemerintah. Ini jelas pelanggaran hak asasasi manusia.

Slip Gaji

Ketua Umum SP SAKTI Sulut, Arnon Hiborang, menegaskan bahwa praktik upah murah di kapal perikanan bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi juga bentuk pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan dan keadilan sosial dimana pemilik kapal pikan memanfaatkan keretanan awak kapal perikanan.

Ini bukan sekadar angka upah. Ini soal martabat manusia dan penghormatan terhadap kerja keras para awak kapal perikanan. Kami tidak akan tinggal diam melihat pelanggaran seperti ini terus terjadi di kota Bitung,” kami mengajak elemen awak kapal perikanan dan masyrakat untuk melapor bilamana ada temuan seperti ini tegas Arnon.

SP SAKTI Sulut mencatat, masih banyak pemilik kapal di Bitung yang mempekerjakan awak kapal perikanan tanpa kontrak kerja yang jelas, tanpa jaminan sosial, dan dengan sistem upah yang tidak sesuai regulasi. Kondisi ini berpotensi menimbulkan eksploitasi tenaga kerja dan bahkan mengarah pada praktik perbudakan modern dan perdagangan orang (TPPO) di sektor perikanan.

Langkah pelaporan ini diambil sebagai bentuk penegakan hukum dan pengawasan publik, agar otoritas perikanan, termasuk Syahbandar, tidak menutup mata terhadap pelanggaran serius yang merugikan awak kapal perikanan  dan keluarganya.

Kami menyerukan agar semua pihak — pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat — berdiri bersama awak kapal perikanan. Jangan biarkan laut menjadi tempat perbudakan modern,” tutup Arnon.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *