Kalimat ringkas dan tegas tersebut diucapkan Ketua Umum Serikat Awak Kapal Perikanan Bersatu (SAKTI) Sulawesi Utara, Arnon Hiborang, menutup sesi bicaranya dalam focus group discussion (FGD) yang diadakan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) dan Tim 9 pada 23 November lalu di Serpong, Tangerang Selatan, Banten.
Tim 9 adalah koalisi informal sejumlah individu perwakilan masyarakat sipil berlatar belakang beragam dari elemen serikat pekerja, asosiasi perikanan, manning agency, dan akademisi yang fokus pada kampanye dan advokasi pelindungan awak kapal perikanan (AKP). Arnon termasuk di dalamnya.
Sebelumnya, ia bercerita bahwa serikatnya sudah menerima 60 pengaduan sejak 2021 lalu. Dari angka tersebut, 34 di antaranya adalah kasus AKP yang meninggal di atas kapal ikan asal Bali dan Probolinggo saat berlayar di wilayah Laut Arafura. “Dari 34 kasus itu, posisi penyakitnya sama: semua karena asam lambung,” kata Arnon.
Dalam agenda bertajuk “Peningkatan Tata Kelola dan Pelindungan Awak Kapal Perikanan Yang Lebih Baik” itu, Arnon meminta negara untuk segera meratifikasi Konvensi ILO 188 (C-188) tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan. Menurutnya, upaya meratifikasi itu bisa menjadi salah satu langkah untuk melindungi para awak kapal perikanan (AKP) domestik yang masih lemah posisinya.
Menurut Arnon, hingga hari ini proses perekrutan dan penempatan AKP domestik di Indonesia masih dilakukan secara informal. Keadaan tersebut bikin keselamatan para AKP menjadi rentan karena tak ada mekanisme yang jelas. Ia berharap ada regulasi khusus yang mengatur perekrutan dan penempatan AKP domestic, salah satunya dengan meratifikasi Konvensi ILO C-188.
“Ratifikasi sangat dibutuhkan melihat data kasus yang terjadi hari ini,” tambahnya.
Leave a Reply