Bitung, 07 Oktober 2025 — Suara keluhan terdengar di berbagai dermaga Kota Bitung. Para nelayan tuna, khususnya penangkap ikan albakor (sirip panjang), kini menjerit karena harga jual hasil tangkapan mereka anjlok tajam.

Di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, harga ikan tuna albakor yang sebelumnya bisa mencapai Rp 30.000–35.000 per kilogram, kini hanya dibeli sekitar Rp 22.000–25.000 per kilogram. Penurunan harga ini membuat banyak nelayan kesulitan menutup biaya operasional, seperti BBM, es, dan logistik selama melaut.
Kami sudah melaut sampai berminggu-minggu, tapi saat ikan dibawa ke darat, harganya malah jatuh. Kadang hasil jual ikan tidak cukup untuk bayar bahan bakar,” ujar salah satu nelayan anggota SP SAKTI Sulut di PPS Bitung.
Biaya Tinggi, Hasil Murah
Kondisi ini diperparah oleh mahalnya biaya melaut. Harga solar industri tetap tinggi, sementara kebutuhan es, perbekalan, dan perawatan kapal terus meningkat. Sementara itu, rantai distribusi ikan masih panjang — dari nelayan ke pengepul, pabrik pengolahan, hingga eksportir — membuat nilai jual di tingkat nelayan sangat rendah.
Selain itu, penurunan mutu ikan akibat penanganan di laut dan persaingan dengan hasil tangkapan massal juga memengaruhi harga. Kelebihan pasokan di pelabuhan membuat perusahaan ikan lebih mudah menekan harga.
Dampak Sosial bagi Keluarga Nelayan
Harga ikan yang rendah membuat banyak keluarga nelayan di Bitung kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Penghasilan yang menurun drastis membuat sebagian nelayan terpaksa menunda keberangkatan melaut atau berutang untuk menutupi biaya bahan bakar. Bahkan pemilik kapal harus menjual kapal karena dampak besar adalah harga ikan tuna semakin merosot.
Nelayan harus rela kehilangan tempat mereka bekerja. ini Bukan hanya soal harga ikan, tapi masa depan anak-anak kami juga. Kalau begini terus, kami tidak sanggup bertahan,” kata seorang pemilik kapal Tuna lainnya.
Peran Serikat dan Harapan ke Pemerintah
Serikat Awak Kapal Perikanan Bersatu.SAKTI Sulut mendorong pemerintah kota bitung untuk turun tangan menstabilkan harga tuna dan memperpendek rantai distribusi agar nelayan mendapatkan harga yang adil.
SP SAKTI Sulut juga mengimbau agar nelayan menjaga mutu tangkapan dan memperkuat posisi tawar melalui koperasi atau kelompok nelayan. Nelayan butuh perlindungan harga dan akses langsung ke pasar ekspor, bukan hanya menjadi penonton di negeri sendiri,” tegas pengurus SP SAKTI Sulut.
Harga tuna yang terus menurun menjadi alarm bagi sektor perikanan di Kota Bitung. Nelayan adalah ujung tombak rantai produksi laut tanpa kesejahteraan mereka, industri perikanan tidak akan berjalan. Pemerintah dan pihak perusahaan tuna perlu segera mencari solusi agar jeritan nelayan tidak menjadi kisah berulang setiap musim tangkap.
