Bitung, Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja perikanan dan ABK penangkap ikan terus diperjuangkan oleh Serikat Awak Kapal Perikanan Bersatu/SAKTI Sulut, hal tersebut diimplementasikan dengan kegiatan Focus Grup Discussion dalam Pengharmonisasian Lembaga Rujukan dan Dorongan Pembentukan Dewan Pengupahan di Peoplesight Learning Center Bitung (PLC), 23/01/2024.
Dalam dalam sambutannya Walikota Bitung, Ir. Maurits Mantiri, M.M., menyampaikan, “Serikat Awak Kapal Perikanan Bersatu/SAKTI Sulut bertujuan mengedepankan kepentingan para pekerja pada sektor perikanan yang ada di Kota Bitung. Tanggung jawab bersama agar tidak ada yang merasa superior antara pihak pekerja dan pihak pengusaha sehingga diharapkan ada keseimbangan antara pekerja dan pemberi kerja terkait produktivitas dan kesejahteraan,” ucapnya
“Kita hidup bukan hanya untuk diri sendiri melainkan kita hidup juga untuk orang lain sehingga faktor sosial dan rohani bisa terpenuhi, adapun yang perlu diperjuangkan adalah kapasitas dan kompetensi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dalam hal ini upah yang akan diterima oleh pihak pekerja,” jelasnya.
“Kepada Serikat Awak Kapal Perikanan Bersatu/SAKTI Sulut agar jangan menabrak aturan dalam memperjuangkan kesejahteraan pekerja, apabila ingin mengupayakan kesejahteraan pekerja diharapkan dengan cara yang baik sehingga tidak menyebabkan terjadinya konstelasi,” ajak Mantiri.
Ketua Serikat Awak Kapal Perikanan Bersatu/SAKTI Sulut, Arnon Hiborang dalam paparan FGD terkait latarbelakang untuk meningkatkan kesejahteraan buruh menyampaikan, “saat ini Indonesia memiliki total populasi lebih dari 260 juta orang, dan 1,2 juta diantaranya diperkirakan terjebak dalam perbudakan modern. Indonesia masih menjadi negara sumber, transit dan tujuan bagi perempuan, anak dan laki-laki yang diperdagangkan untuk tujuan kerja paksa. Tantangan seperti kemiskinan, terbatasnya kesempatan, kurangnya pendidikan, kondisi sosial dan politik yang tidak stabil menjadi beberapa pendorong utama yang berkontribusi pada kerentanan seseorang menjadi korban kerja paksa,”ucapnya.
“Hubungan kejahatan lintas negara terorganisir dan industri
perikanan masih menjadi tantangan besar bagi Indonesia untuk melindungi hak asasi manusia dan ketenagakerjaan masyarakatnya. Meskipun tugas utama untuk melindungi hak asasi manusia tetap berada pada pemerintah, perusahaan memiliki tanggung jawab yang diakui secara internasional untuk menghormati hak asasi manusia dalam operasi bisnis mereka, seperti yang digarisbawahi oleh Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2011 dalam “Prinsip Panduan tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia,” jelasnya.
Lanjutnya, “Kota Bitung adalah salah satu pusat pendaratan ikan, pengolahan industri, distribusi dan ekspor. Komoditas utama yang dihasilkan Bitung adalah tuna, tongkol dan cakalang. Aktivitas perikanan di Bitung telah membentuk ekosistem industry perikanan dengan portofolio dan nilai pasar yang cukup besar. Aktivitas perikanan di Bitung juga telah menjadi sumber pemasukan bagi negara melalui pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan penciptaan lapangan kerja.
Kapasitas produksi perikanan tangkap dan jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan
penangkapan dan pengolahan ikan di Bitung sangat besar. Pekerja perikanan yang bekerja di Bitung, tidak saja berasal dari provinsi Sulawesi Utara, tetapi juga berasal dari wilayah lain di Indonesia seperti dari Pulau Jawa, dan, Maluku. Artinya, Bitung adalah salah satu lokasi destinasi pekerja perikanan di Indonesia,”
Ditambahkannya, Perhatian terhadap perlindungan pekerja perikanan kini makin meningkat oleh dunia internasional. Hal ini dapat dilihat dari penambahan indikator aspek sosial dalam penilaian Fishery Improvement Project (FIP). Penilaian aspek sosial ini dilakukan untuk mengatasi isu-isu HAM dan tenaga kerja yang mungkin terjadi dan dialami oleh industri perikanan dalam menjalankan usaha. Regulasi ketenagakerjaan pada tingkat nasional juga kini mengalami perbaikan seiring dengan membaiknya iklim bisnis dan tata kelola perikanan,”
Ditambahkannya lagi, “Serikat Awak Kapal Perikanan Bersatu/SAKTI Sulut adalah organisasi Serikat Pekerja yang selama ini Fokus memperjuangkan hak-hak pekerja perikanan serta memberikan perhatian pada upaya perlindungan pekerja perikanan terutama kondisi kerja Awak Kapal Perikanan. Hal ini dilakukan mengingat Awak Kapal Perikanan merupakan jenis pekerjaan yang beresiko tinggi dan rentan sehingga upaya perlindungan perlu dilakukan secara holistik. Selain Awak Kapal Perikanan, unsur pekerja lain dalam kegiatan perikanan adalah mereka yang bekerja di Unit Pengolahan Ikan atau pabrik pengolahan,”
“Sehubungan dengan hal-hal tersebut, Serikat Awak Kapal Perikanan Bersatu/SAKTI
Sulut bekerjasama dengan Pemerintah dan Tripartit Kota Bitung yang didukung oleh Freedom Fund melaksanakan FGD Pengharmonisasian Lembaga Rujukan dan Dorongan
Pembentukan Dewan Pengupahan di Kota Bitung yang bertujuan agar terciptanya kerjasama antara lembaga pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja/buruh untuk melindungi hak pekerja perikanan di Kota Bitung. Serta dapat merumuskan pengupahan untuk tahun 2025 dan dapat memiliki dewan pengupahan di karenakan kota Bitung adalah Kota industri dengan jumlah tenaga kerja perikanan di perusahaan perikanan sebanyak 6.038 orang dan ABK perikanan sebanyak 8.477 orang,” pungkas Arnon Hiborang.
Red
Leave a Reply