Bitung, 3 April 2024 – Serikat Awak kapal Perikanan.(SAKTI) Sulawesi Utara Melakukan aksi damai di depan Kantor DPRD Kota Bitung Dimana Masa Aksi memegang poster bertuliskan “Lindungi Pelaut Perikanan Indonesia”, “Seafood Segar, Tapi Nelayan & Awak Kapal Perikanan Gak Makmur? Rugi Dong!”, hingga “Segera Ratifikasi Konvensi ILO K-188!”.
Tak hanya di Kota Bitung, aksi serupa juga berlangsung di Kota Banda Aceh (Provinsi Aceh) dan Kota Jakarta . Aksi damai di dua kota itu dilakukan di depan kantor Gubernur Provinsi Aceh dan di depan Patung Kuda Jakarta.
Aksi damai tiga kota jelang Hari Nelayan Nasional pada 6 April mendatang tersebut diinisiasi oleh Tim 9. Tim 9 adalah sebuah koalisi informal sejumlah individu dengan beragam latar belakang, dari elemen serikat pekerja, asosiasi perikanan, perusahaan perekrut awak kapal (manning agency), akademisi, hingga organisasi masyarakat sipil.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap nelayan di Indonesia, khususnya yang bekerja di industri perikanan, aksi damai tersebut mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera meratifikasi Konvensi ILO 188 (K-188) tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan. Konvensi yang diterbitkan Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada 2007 tersebut secara khusus mengatur standar pelindungan bagi para pekerja di sektor perikanan.
Ketua Umum SAKTI SULUT Arnon Hiborang, mengatakan bahwa Hari Nelayan Nasional pada 6 April mendatang menjadi momen yang tepat untuk terus menyuarakan perbaikan kesejahteraan bagi nelayan, khususnya yang menjadi awak kapal perikanan domestik maupun migran.
“Selain tidak dilindungi dengan jaminan sosial, mereka juga bekerja tanpa aturan standar upah minimum. Semua diperparah dengan sistem bagi hasil yang tidak adil bagi nelayan, khususnya awak kapal perikanan domestik dan migran. Bertepatan Hari Nelayan Nasional tahun ini, kami mendesak Presiden Joko Widodo segera meratifikasi Konvensi ILO 188 agar standar pelindungan nelayan dan awak kapal di Indonesia lebih jelas dan lebih baik,” kata Arnon saat aksi berlangsung.
Ketua Srikandi Sakti Deice Tatalede, juga menyoroti banyaknya masalah krusial yang dialami oleh Buruh Perempuan Yang bekerja Di Pabrik pengolahan Ikan di Kota Bitung. Upah di Bawah UMP,Hak cuti yang tidak di berikan,diskriminasi untuk berserikat, bahkan samapai ada yang di PHK sepihak tampa di berikan hak-haknya yang di jaminkan oleh UU Cipta kerja.
Pertama, kata Deice, tidak adanya jaminan pelindungan atas wilayah penangkapan nelayan kecil dan tradisional oleh negara, sehingga memicu kompetisi antara nelayan kecil dengan nelayan besar dan/atau industri. Kedua, minimnya pengakuan identitas perempuan nelayan. Padahal, pengakuan tersebut dibutuhkan guna memperkuat pelindungan terhadap mereka. Ketiga, saat ini kebijakan pemerintah berorientasi pada jaminan dan kepastian hukum untuk investasi, akan tetapi tidak pelindungan dan keberlanjutan ekologi di wilayah pesisir, perairan laut, dan pulau-pulau kecil.
“SAKTI SULUT dan Srikandi Sakti mendesak pemerintah untuk segera meratifikasi K-188 serta menjalankan mandat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam. Dengan diratifikasinya K-188 dan implementasi UU 7/2016, pemerintah sudah maju satu langkah untuk melindungi nelayan dan AKP, serta menerapkan pelindungan hak asasi manusia dan pemenuhan hak-hak pekerja perikanan sebagai apresiasi pejuang protein bangsa,” katanya.
Dari Bendahara Srikandi Sakti, Findy Ismail juga melihat ada beberapa masalah penting yang perlu diperhatikan negara dan pemerintah kota bitung Dimana ada 167 orang warga negara nondukumen (Pisang) Sanger,Filipina yang sudah di ferivikasi dari tahun 2018 dan sampai sekarang belum ada kejesan terkait Surat Keputusan kewarganeraan mereka Findy juga Menyampaikan dimana mereka semua dengan mata pencarian sebagai nelaya penangkap ikan tuna di Kota Bitung, dan mereka juga meberikan memasukan kepada APBD Kota bitung bahkan sampai ke negara tutup Findy
***
Narahubung:
Ketua Umum Arnon Hiborang
Tlfn: 082195050163
Leave a Reply